
PintuMalangMedia – Banyaknya bangunan yang berdiri tanpa sesuai aturan di Kota Malang menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Minimnya landasan hukum disebut menjadi kendala utama penindakan terhadap pelanggaran bangunan selama ini.
Untuk mengatasi situasi tersebut, Pemkot dan DPRD Kota Malang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembangunan Gedung yang ditargetkan rampung pada November mendatang.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Dito Arief Nurakhmadi, mengatakan ranperda tersebut merupakan penyempurnaan dari Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung. Aturan baru ini akan mengakomodasi berbagai kondisi terkini, mulai dari penataan zonasi hingga penegakan hukum terhadap bangunan yang tak sesuai fungsi kawasan.
Ranperda yang baru ini lebih kompleks, termasuk pengaturan wilayah rawan bencana, jarak aman bangunan dari sungai, jalan, hingga sutet,” jelas Dito.
Dalam beleid sebelumnya sebenarnya sudah diatur soal sanksi berupa pembongkaran serta denda hingga 10 persen nilai bangunan bagi yang tidak memiliki IMB. Namun aturan itu dinilai belum cukup kuat lantaran persoalan sosial kerap muncul pascapenertiban.
Selain memperjelas penanganan, nominal denda juga akan dievaluasi agar memiliki efek jera sekaligus mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD). Dito menyebut potensi penerimaan retribusi dari PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) dan SLF (Sertifikat Laik Fungsi) saat ini mencapai Rp10–12 miliar per tahun.
DPRD juga menyoroti adanya pembangunan di lahan fasilitas umum (fasum) serta masih digunakannya IMB sebagai dasar perizinan, padahal aturan telah berganti menjadi PBG sejak 2021. Temuan pelanggaran didapati di sejumlah perumahan seperti Cosmo, Piranda Residence, dan Sigura-gura Residence. Kalau ada bangunan berdiri di lahan fasum, itu jelas tidak sesuai siteplan,” tegas legislator Partai NasDem tersebut.
Bangunan milik perseorangan juga menjadi perhatian, terutama yang berdiri di sempadan sungai. Arief Wahyudi, anggota Komisi C, menyebut pelanggaran banyak dijumpai di sepanjang DAS Brantas, Bango, Metro, Amprong, dan anak sungainya. Semua harus diinventarisasi ulang. Ada risiko lingkungan dan keselamatan,” ujarnya.
Dalam proses penyusunan ranperda, DPRD melibatkan praktisi dan asosiasi perumahan serta konstruksi. Rapat lanjutan dijadwalkan berlangsung Senin (14/10).
Dari kalangan akademisi, Dosen Teknik Sipil Universitas Brawijaya, Sugeng P. Budio, menekankan perlunya kejelasan jangka waktu pengurusan PBG dan SLF agar lebih efektif, serta penataan bangunan sesuai zonasi. Hal senada juga disampaikan akademisi UB lainnya, Ming Narto, yang menilai perlu batas tegas terkait ketinggian bangunan serta standar bangunan di daerah rawan longsor.
Di sisi lain, Kepala DPMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, menyambut baik pembahasan aturan baru tersebut. Selain memperkuat aspek pengawasan, ranperda Pembangunan Gedung diharapkan dapat meningkatkan kontribusi retribusi terhadap PAD. Tahun ini saja baru Rp6 miliar dari target Rp10 miliar. Kami perlu menggali potensi lain,” ujarnya.
Arif menyebut ranperda penting untuk mencegah bangunan yang melanggar ruang milik jalan atau zona lindung. Namun ia mengingatkan pendekatan penegakan hukum perlu mempertimbangkan persepsi masyarakat. Sanksi harus jelas, tetapi eksekusinya juga harus terukur agar tidak menimbulkan penolakan,” tuturnya.
Dengan aturan yang diperbarui dan pengawasan yang lebih tajam, pemerintah bersama DPRD berharap persoalan pelanggaran bangunan bisa ditekan dan tata kota Malang dapat berjalan lebih tertib ke depan.(Adv)