Pintu Malang Media

Cara kirim artikel

logo_head1

Dampak Efisiensi Anggaran, DPRD dan PHRI Kota Malang Desak Pemkot Genjot Promosi Wisata untuk Selamatkan Industri Perhotelan

 

Komisi B DPRD Kota Malang, mendorong optimalisasi promosi wisata sebagai solusi meredam dampak efisiensi anggaran di pemerintah ke sektor usaha perhotelan di seluruh wilayah setempat.

MALANG – Industri perhotelan di Kota Malang mulai menunjukkan tanda-tanda kelesuan seiring dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang berdampak pada berkurangnya kegiatan resmi di hotel-hotel. Menyikapi hal tersebut, Komisi B DPRD Kota Malang bersama Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang mendesak pemerintah kota segera memperkuat promosi wisata guna menggairahkan kembali okupansi hotel yang tengah menurun drastis.

Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji, menyatakan bahwa promosi wisata harus dimasifkan sebagai langkah konkret agar pelaku usaha hotel tidak hanya bergantung pada agenda instansi pemerintah yang kini mulai berkurang.

“Kita sudah punya potensi wisata seperti Kayutangan Heritage, Kampung Warna Warni, Kampung Tridi, dan berbagai destinasi tematik lainnya. Sekarang tinggal bagaimana pemkot menggencarkan promosinya agar wisatawan umum lebih tertarik datang ke Malang,” jelas Bayu.

Menurutnya, pelaku usaha perhotelan selama ini telah menunjukkan komitmen nyata terhadap pembangunan kota melalui kontribusi pajak. Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah membalasnya dengan kebijakan yang berpihak, seperti peningkatan promosi dan penyederhanaan perizinan.

“Teman-teman PHRI ini sudah menyumbangkan pajak hotel senilai Rp56 miliar di tahun 2024. Di triwulan pertama 2025 saja, sudah Rp14 miliar masuk ke kas daerah. Ini bukti nyata kontribusi mereka,” tegasnya.

Bayu juga mendorong agar sistem perizinan usaha di Kota Malang lebih efisien dan tidak terhambat oleh birokrasi lintas dinas.

“Bukan hanya soal DPMPTSP, tapi juga DLH, Damkar, bahkan perizinan kegiatan. Semua harus bersinergi agar tidak menyulitkan pelaku usaha,” tambahnya.

Senada dengan Bayu, Ketua PHRI Kota Malang, Agoes Basoeki, menilai bahwa kelesuan okupansi hotel saat ini adalah sinyal krisis yang harus segera ditanggapi oleh pemerintah.

“Pasca Lebaran kami masih bisa bertahan karena okupansi sempat naik sampai 80 persen. Tapi sekarang kembali turun ke angka 30–40 persen. Bahkan beberapa hotel sudah mulai menerapkan sistem unpaid leave untuk pekerja kasual sejak awal April,” ungkap Agoes.

Ia menambahkan bahwa ke depan, kegiatan dari komunitas dan sektor swasta perlu lebih dilibatkan dan difasilitasi agar menjadikan Malang sebagai destinasi acara mereka. Menurutnya, pemkot perlu mengambil peran aktif menjalin kemitraan strategis dengan penyelenggara event, agen perjalanan, hingga platform digital.

“Sekarang bukan zamannya tunggu agenda pemerintah. Kami perlu pasar baru. Komunitas sekarang banyak bikin event sendiri, itu bisa jadi peluang besar kalau dimanfaatkan dengan promosi yang terarah,” ujarnya.

PHRI, lanjut Agoes, akan tetap mendukung pemerintah dalam upaya membangun pariwisata Malang. Namun, dibutuhkan kebijakan yang lebih responsif dan terukur agar tidak terjadi efek lanjutan seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Efisiensi anggaran memang kebijakan pusat, tapi kita harus siap menyelamatkan tenaga kerja di sektor pariwisata. Ini bukan hanya tentang bisnis, tapi soal keberlangsungan ekonomi ribuan pekerja,” tegasnya.(ADV)

Baca Juga:

No Content Available

Terpopuler

Scroll to Top