ILUSTRASI Keterbatasan Lahan di Kota malang
PINTUMALANGMEDIA – Mahalnya harga hunian rumah di tengah keterbatasan lahan dan minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Malang menjadi perhatian serius DPRD Kota Malang. Hunian vertikal dinilai sebagai solusi atas permasalahan tersebut, mengingat semakin sulitnya pengembangan perumahan horizontal di kota ini.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Dito Arief Nurakhmadi, menyatakan bahwa keterbatasan lahan telah berdampak pada tingginya harga rumah di Kota Malang. Oleh karena itu, ia menilai sudah saatnya Kota Malang beralih ke konsep hunian vertikal seperti apartemen atau rumah susun.
“Kota Malang sudah waktunya mengembangkan hunian vertikal, bukan lagi perumahan horizontal seperti biasanya,” ujar Dito, Jumat (3/1/2024).
Menurutnya, banyak kota besar yang telah mengadopsi konsep hunian vertikal guna mengatasi keterbatasan lahan dan memastikan masyarakat tetap mendapatkan akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau.
“Saya kira dengan pemerintahan baru, presiden baru, dan kepala daerah baru, semangat untuk memulai ini harus segera dilakukan,” tambahnya.
Saat ini, Kota Malang hanya memiliki dua rumah susun sederhana sewa (rusunawa) sebagai bentuk hunian vertikal. Jumlah ini dinilai sangat minim dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Dito bahkan membandingkan Kota Malang dengan Surakarta yang sudah memiliki 22 rusunawa.
“Dari segi jumlah penduduk, karakter kota, dan kebutuhan hunian, Malang tidak jauh berbeda dengan Surakarta. Tapi jumlah rusunawa kita masih sangat sedikit,” jelasnya.
Dito juga menyoroti permasalahan lain yang berkaitan dengan perumahan di Kota Malang, yaitu belum diserahkannya Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) oleh para pengembang perumahan kepada pemerintah kota.
“Banyak pengembang di Kota Malang yang belum menyerahkan PSU ke Pemkot. Padahal Perdanya sudah ada, jadi harus ada ketegasan dalam implementasinya. Ini penting karena PSU juga berkaitan dengan RTH,” tegasnya.
Menurut regulasi, minimal 30 persen dari luas suatu daerah harus menjadi RTH, namun kondisi RTH di Kota Malang masih jauh dari target tersebut.
Dito menjelaskan bahwa keterlambatan penyerahan PSU berkontribusi terhadap rendahnya angka RTH yang tercatat di Kota Malang. Pasalnya, di dalam kompleks perumahan terdapat area hijau yang sebenarnya bisa masuk dalam hitungan RTH kota, tetapi tidak bisa dicatat secara resmi karena PSU belum diserahkan ke pemerintah.
“Kalau PSU diserahkan, maka data RTH Kota Malang juga akan lebih akurat. Ini langkah penting yang harus segera dilakukan,” pungkasnya.
DPRD Kota Malang berharap agar Pemkot lebih aktif dalam menertibkan pengembang yang belum menyerahkan PSU, sekaligus mulai mendorong kebijakan hunian vertikal guna mengatasi keterbatasan lahan dan harga rumah yang semakin mahal.(adv)