
Penulis : Sefdella Afrianto, S.Pd., GR
Pintumedia – Pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Bapak Abdul Mu’ti, tentang rencana memungkinkan Aparatur Sipil Negara (ASN) mengajar tidak hanya di sekolah negeri, tetapi juga di sekolah swasta, adalah sebuah langkah progresif yang patut diapresiasi. Sebagai seorang pendidik, saya menyambut baik rencana ini karena mencerminkan visi pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Tidak hanya itu, saya merasa rencana ini menjadi seperti gayung bersambut dengan pandangan pribadi saya yang pernah saya tuangkan dalam artikel di Tugu Media dan Pintu Malang. Dalam tulisan tersebut, saya menyampaikan harapan agar ASN bisa berkontribusi di sekolah swasta demi menjembatani kesenjangan kualitas pendidikan antara sekolah negeri dan swasta.
Namun, di balik optimisme ini, ada satu persoalan mendasar yang perlu segera diselesaikan oleh pemerintah: masalah formasi CASN guru. Kita tahu bahwa kebutuhan guru di sekolah negeri saat ini masih belum terpenuhi. Hal ini disebabkan oleh jumlah formasi guru yang diajukan oleh pemerintah daerah sering kali tidak sebanding dengan kebutuhan riil di lapangan. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kualitas pendidikan di sekolah negeri, tetapi juga pada kesejahteraan guru secara keseluruhan.

Oleh karena itu, saya berharap pemerintah pusat mengambil alih pengadaan formasi CASN guru dari pemerintah daerah. Dengan demikian, formasi yang disediakan akan lebih sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan. Langkah ini tidak hanya akan memperbaiki sistem perekrutan guru, tetapi juga memastikan bahwa semua sekolah, baik negeri maupun swasta, memiliki guru yang cukup dan kompeten.
Jika masalah formasi CASN guru ini dapat diatasi, cita-cita untuk memperluas peran ASN ke sekolah swasta juga akan lebih mudah tercapai. Dengan demikian, kita bisa menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih merata dan adil. Guru-guru ASN yang mengajar di sekolah swasta nantinya dapat membawa kompetensi, pengalaman, dan inovasi yang mereka miliki untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah swasta, terutama di daerah-daerah yang masih tertinggal.
Kesejahteraan guru juga menjadi elemen penting dalam mendukung keberhasilan kebijakan ini. Saya teringat dengan ungkapan Andy Hargreaves yang mengatakan, “You cannot develop student well-being without teacher well-being. We cannot browbeat teachers to improve students.” Artinya, kita tidak bisa meningkatkan kesejahteraan siswa tanpa memperhatikan kesejahteraan guru terlebih dahulu. Guru yang sejahtera, baik secara finansial, emosional, maupun profesional, akan mampu memberikan yang terbaik bagi murid-murid mereka.
Kebijakan ASN mengajar di sekolah swasta akan menjadi langkah besar menuju pemerataan pendidikan, tetapi keberhasilannya bergantung pada kesiapan pemerintah untuk menyelesaikan masalah mendasar, yaitu kekurangan guru di sekolah negeri dan kesejahteraan guru secara keseluruhan. Jika kedua hal ini dapat diatasi, kita akan melihat perubahan signifikan dalam sistem pendidikan Indonesia, di mana setiap siswa, baik di sekolah negeri maupun swasta, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.
Saya optimis bahwa dengan langkah strategis dan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, kita dapat mencapai cita-cita ini. Guru adalah ujung tombak pendidikan, dan dengan mendukung mereka sepenuhnya, kita sedang membangun masa depan bangsa yang lebih cerah (*)